Sunday 14 February 2010 | By: Nathan

Menanti Rinai Terakhir

Hujan yang jatuh sore ini terasa lain ketika rintiknya mulai memapah ingatanku akan diammu yang membatu. Sebulan yang lalu, lebih mungkin, ku ucapkan semua yang selama ini terpendam dalam keluguanku. “Aku ternyata mencintaimu.” Ucapku waktu itu.

Namun kau malah memberiku sesungging senyum sembari menatapku, tajam tapi teduh. Tak ada kata yang menyeruak dari bibir tipismu. Dalam keluguanku, kukira itu cinta. Namun kembali harus kuteguk secangkir tuba kecewa untuk yang kesekian kalinya. “ini terlalu cepat buatku. Beri aku sedikit waktu untuk memikirkannya.” Kilahmu waktu itu.

Kini sebulan sudah sedikit waktu yang kau pinta itu kuberi. Namun masih, kau setiakan diammu itu. Sementara belukar rindu di sanubari semakin liar menyemak. Bila memang rantai-rantai keraguan menyimpul di hatimu, maka biarkanlah aku meretasnya hingga lepas, bebas.

Aku tak sedang mengatakan aku telah lelah menanti. Tidak, bukan. Aku hanya takut kalau rasa ini kan memuai oleh terik waktu. Aku juga tak sedang mengatakan kalau keputusanmu itu telah mengeluhkan bibirku. Tidak, bukan. Aku hanya takut kalau hujan yang jatuh di sore ini menguapkan hatiku dan menumbuhkan tunas-tunas kegetiran yang pada akhirnya kita kan menuai kapedihan. Tidak, jangan.

Cahaya, jika suatu saat kau membaca goresan hati ini, aku hanya meminta satu hal kepadamu : bangunkanlah aku sebelum rinai hujan yang terakhir jatuh…
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 comments:

Post a Comment