Thursday 15 April 2010 | By: Nathan

Sepenggal Bulan Untuk Malam yang Telah Mati

Tiba-tiba saja aku telah berada di tengah malam yang hampir usai ini. Tak ada yang tampak olehku kecuali hitam. Hitam yang seolah abadi, sekekal malam yang tak kunjung usai ini. Sedetik kemudian aku baru menyadari malam ini telah mati. Kucoba meraba gelapnya dan membelai penatnya, namun tak lagi kurasakan denyut nadinya ketika hatiku perlahan tertidur dengan lelapnya.

Sementara jauh di sana, di ujung jemariku ketika kucoba menunjuk satu bintang, sepenggal bulan tengah bercengkrama dengan segumpalan awan. Mereka terlalu larut dalam percumbuan yang aneh itu hingga tak menyadari tatapan iriku yang dengan tajam mengawasi mereka.

Ya, aku memang iri pada kedua makhluk gelap itu. Masih layakkah bulan yang hanya sepenggal untuk dicintai, bahkan hanya oleh sehamparan malam yang telah mati? Kalau memang iya, mengapa tak semakhluk pun mencintaiku, walau alam t’lah menjadikan diriku purnama yang bersinar di palung malam? Dan kalau memang tidak, mengapa masih saja takdir membiarkan mereka bersama dalam ketidak-tetapan yang tak kupahami itu?

Hmmm, andai aku bisa menulis kitab takdirku sendiri, kan kujadikan diriku sepenggal bulan untuk malam yang telah mati. Namun, masihkah ada kesempatan bagiku untuk memilih? Tuhan, berikanlah aku jawabnya saat kuterjaga. Atau biarkanlah aku tertidur dalam mimpi yang indah ini, selamanya…
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 comments:

Post a Comment